Kabinet invictoria

Visi Kami

Mewujudkan BEM FF UMS sebagai penggerak optimalisasi potensi yang berintegritas dan kontinuitas melalui penguatan sistem evaluasi dan kolaborasi yang aktif progresif dengan berlandaskan tanggung jawab serta semangat kekeluargaan dalam pemberdayaan civitas akademika FF UMS

Misi Kami Tentang Invictoria


Pengurus Harian
Divisi Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Divisi Dana dan Usaha Divisi Eksternal Divisi Hubungan dan Sosial Masyarakat Divisi Islamic Student Center Divisi Media dan Publikasi Divisi Pengembangan Intelektual Divisi Pengembangan Organisasi dan Kaderisasi Divisi Seni dan Olahraga

News

Showing posts with label Obat. Show all posts
Showing posts with label Obat. Show all posts

Saturday, May 14, 2022

Mengulik Bahaya Obat Setelan


Mengulik Bahaya Obat Setelan

Komisi I Dewan Perwakilan Mahasiswa dan

Biro Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet Flavia Fanya

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

 

Sejak pandemi Covid-19 melanda di seluruh dunia, kebutuhan obat semakin meningkat. Masyarakat  berbondong-bondong untuk membeli berbagai macam obat, vitamin, dan suplemen demi mempertahankan kesehatan tubuh. Salah satu obat yang beredar bebas di masyarakat adalah obat setelan. Lantas apa yang disebut sebagai obat setelan? Obat setelan merupakan suatu obat kemasan dalam bentuk rentengan, yang di dalamnya  berisi kapsul atau tablet, biasanya obat ini dijual di warung-warung atau e-commerce. Yang menjadi keresahan kita semua adalah  obat setelan ini beredar bebas tanpa izin, bahkan kandungan, identitas, nomor bets, tanggal kadaluarsa, serta  aturan pakai obat juga tidak dicantumkan. Hal ini menyebabkan mutu, keamanan dan khasiatnya tidak terjamin.

            Di Indonesia, obat setelan sudah tersebar luas dan sebagian masyarakat sudah mengkonsumsinya.  Perkembangan zaman memang membawa masyarakat pada suatu tatanan hidup yang serba cepat dan praktis.  Persebaran apotek di Indonesia yang belum merata mengakibatkan sulit bagi masyarakat untuk mendapatkan obat yang legal dan aman, sedangkan obat setelan ini lebih mudah didapatkan. Seperti istilahnya yaitu setelan, obat ini berisi beberapa jenis obat yang digabung atau diracik menjadi satu sesuai kebutuhan dari orang yang sakit. Alasan utama sebagian masyarakat memilih obat tersebut  karena yakin bahwa gejala yang dirasakan dapat segera berkurang. Masyarakat berpendapat bahwa apabila melakukan pengobatan dengan obat setelan, biaya yang dikeluarkan akan relatif lebih sedikit dibandingkan dengan membeli obat di apotek. Namun banyak dari masyarakat yang belum memahami dampak buruk ketika mengonsumsi obat setelan dalam jumlah besar dan jangka panjang. Hal inilah yang kemudian membuat masyarakat berpikir bahwa mengkonsumsi obat setelan akan berdampak sama dengan mengonsumsi obat yang dijual di apotek, baik dari segi efektivitas terapi maupun biaya.

            Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menghimbau kepada  masyarakat untuk tidak mengkonsumsi obat setelan, sebab obat ini  tidak memiliki  nomor izin edar dari BPOM atau termasuk obat ilegal. Bagi pelanggaran peredaran obat tanpa izin akan dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 pasal 196, 197, dan 198 tentang Kesehatan,  pasal 196, yaitu setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 197 menyatakan bahwasannya, setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Dan Pasal 198 menyatakan bahwasannya, Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Adanya himbauan peraturan perundang-undangan terkait konsumsi obat setelan, membuat  pentingnya suatu obat sesuai dengan peraturan dari BPOM terkait kriteria izin edar obat. Kriteria obat terkait izin edarnya diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.3.1950 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat Pasal 3, yaitu :

(1)     Obat yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi kriteria utama berikut :

a.       Efikasi atau khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui uji praklinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan;

b.      Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metoda pengujian terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang sahih;

c.       Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman.

(2)     Selain kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus memenuhi kriteria lain sebagai berikut :

a.       Khusus untuk psikotropika baru harus memiliki keunggulan kemanfaatan dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang diklaim;

b.      Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat program lainnya yang akan ditentukan kemudian, harus dilakukan uji klinik di Indonesia;

c.       Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat dan terjangkau.

(3)     Kriteria sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat dan terjangkau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditetapkan tersendiri oleh Kepala Badan.

Obat setelan mengakibatkan dampak atau efek samping jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut efek samping jangka pendek dan jangka panjang yang mungkin terjadi :

  1. Keracunan karena ketidaksesuaian dosis, pada obat setelan tidak dijelaskan secara detail mengenai penggunaan dan indikasi lainnya dalam menggunakan terapi obat.
  2. Adanya efek alergi. Hal ini sangat memungkinkan terjadi dikarenakan obat setelan biasanya tidak memiliki kemasan yang aman sehingga kualitas mutu obat dapat diragukan dan memungkinkan adanya efek alergi karena interaksi yang ada.
  3. Adanya kerusakan organ dalam seperti ginjal dan hati. Obat setelan umumnya merupakan golongan obat keras yang seharusnya pemakaiannya berdasarkan resep dokter dan berada dibawah pengawasan dokter. Penggunaan yang tidak terkendali pada jangka panjang tanpa pengawasan memungkinkan timbul banyaknya efek negatif seperti kerusakan pada organ hati dan ginjal.
  4. Tidak terjamin keamanan, khasiat dan mutunya, sehingga sangat beresiko salah dosis dan kegunaan obat yang dapat mengakibatkan kematian.

Melihat banyaknya dampak buruk yang akan terjadi jika obat setelan ini terus beredar bebas, maka penting sekali adanya upaya atau strategi yang diperlukan dalam menangani kasus ini. Badan POM juga telah menyusun strategi pencegahan, yaitu dengan melakukan multi stakeholder engagement melalui penandatanganan nota kesepahaman dengan asosiasi ekspedisi, asosiasi e-commerce, marketplaces, dan transportasi online. Selain itu, strategi pencegahan juga dilakukan dengan meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan, serta pemberdayaan masyarakat terhadap penyalahgunaan obat. Hal ini dilakukan lewat edukasi dan kesadaran dengan melibatkan publik figur, influencer, dan blogger dalam mengedukasi masyarakat. Meningkatkan kesadaran masyarakat terkait bahaya obat setelan menjadi hal yang sangat penting, karena kita ketahui bahwasanya masyarakat Indonesia masih banyak yang kurang memahami terkait obat-obat ilegal.

Pengawasan peredaran obat juga sangat diperlukan pada kasus ini, karena banyaknya obat yang ilegal, termasuk obat setelan. Padahal, mengedarkan obat tanpa adanya tenaga yang berwenang seperti tenaga kerfarmasian atau apoteker sudah termasuk pelanggaran atas peraturan yang telah ditetapkan, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 pasal 98 ayat (2) dan (3) tentang Tenaga Kesehatan, pada ayat (2) berbunyi “Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan berkhasiat obat”, dan ayat (3) berbunyi “Ketentuan mengenai pengadaan, pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”. Mengedarkan obat pada gerai non faskes saja sudah melanggar aturan, apalagi jika mengedarkan obat yang ilegal.

         Obat setelan atau obat yang tidak memiliki izin khusus lainnya memiliki banyak sekali dampak buruk bagi pengguna maupun penjualnya. Bagi pengguna ini dapat mengakibatkan kerusakan ginjal hingga kematian, sedangkan bagi penjual dapat dikenai sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Maka dari itu, penting sebagai masyarakat yang bijak untuk pandai dalam memilah dan memilih sesuatu yang akan digunakan, terutama dalam memilih obat yang aman bagi tubuh kita. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait bahaya obat ilegal menjadi penyebab utama banyaknya obat setelan yang beredar di Indonesia. Alangkah baiknya bagi masyarakat yang memahami bahaya obat setelan untuk saling mengingatkan dan mengedukasi warga sekitar.

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

BPOM RI. 2003. “Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.3.1950 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat”

https://jdihn.go.id/files/491/Keputusan%20kepala%20BPOM%20No.%20HK.00.05.3.1950%20ttg%20kriteria%20dan%20tata%20laksana%20registrasi%20obat.PDF

Diakses pada 7 April 2022

 

Ernawaningtyas, E. (2013). “Obat Setelan yang Beredar di Toko Teridentifikasi sebagai Golongan Obat Keras”. Eduhealth, 3(1).

https://www.journal.unipdu.ac.id/index.php/eduhealth/article/view/300

Diakses pada 04 April 2022

 

Farmasetika.com. 2022. “BPOM: Jangan Beli Obat Setelan, Berbahaya!”

https://farmasetika.com/2022/01/20/bpom-jangan-beli-obat-setelan-berbahaya/

Diakses pada 4 April 2022

 

Farmasetika.com. 2022. “BPOM : Jangan Beli Obat Setelan. Berbahaya!”

https://farmasetika.com/2022/01/20/bpom-jangan-beli-obat-setelan-berbahaya/

Diakses pada 13 April 2022

 

Guesehat.com. 2022. “Bahaya Mengkonsumsi Obat Warung Terlalu Sering’’

https://www.guesehat.com/bahaya-mengonsumsi-obat-warung-terlalu-sering

Diakses pada tanggal 7 April 2022

 

Jogjapolitan.harianjogja.com. 2019. “Waspadalah!Obat Setelan Banyak Beredar di Masyarakat GunungKidul”.

https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2019/09/10/513/1017725/waspadalah-obat-setelan-banyak-beredar-di-wilayah-pinggiran-gunungkidul Diakses pada 13 April 2022

 

Republik Indonesia. 2009. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan”

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2009/36tahun2009uu.htm

Diakses pada 7 April 2022

 

Republik Indonesia. 2014. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan”

https://ipkindonesia.or.id/media/2017/12/UU-No.-36-Th-2014-ttg-Tenaga-Kesehatan.pdf Diakses pada 12 April 2022

 

Radartulungagung jawapos.com. 2019. “Beberapa Alasan Obat Setelan Masih Diminati”

https://radartulungagung.jawapos.com/berita-daerah/blitar/13/04/2019/beberapa-alasan-obat-setelan-masih-diminati Diakses pada 13 April 2022

 

Ulinnuha, H. (2018). “Studi Komparatif Hukum Jual Beli Obat Setelan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Hukum Ekonomi Syariah”

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/8656/ Diakses pada 04 April 2022

 

 

 


 

Saturday, May 8, 2021

Sepenting Apa sih RUU Waspom ?


ARTIKEL KAJIAN

Sepenting Apa sih RUU Waspom?

Biro Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Kabinet Evermore

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta


RUU Pengawasan Obat dan Makanan (Waspom) adalah rancangan undang-undang tentang pengawasan obat dan makanan yang spesifik mengatur pengawasan obat dan makanan dalam rangka perlindungan masyarakat. Minimnya pengawasan dalam peredaran obat mengakibatkan penyebaran obat ilegal yang semakin banyak hingga menimbulkan berbagai penyimpangan. Hal ini sangat membahayakan kesehatan masyarakat karena tidak adanya jaminan keamanan dan mutu obat. Oleh karena itu, undang-undang ini sangat dibutuhkan untuk melindungi masyarakat agar mendapatkan keamanan dan kenyamanan serta memberi kekuatan BPOM dalam penindakan.

RUU Waspom masuk ke dalam Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2019 dan telah menjadi RUU Prioritas dari 2018. Kemudian, Komisi IX menggodok regulasi terkait pengawasan obat dan makanan dan juga menjadi usul inisiatif DPR. Komisi IX juga telah membentuk panitia kerja (panja) dalam penyusunan RUU Waspom, dan panitia kerja pun telah meminta masukan dari masyarakat dan stakeholder terkait mengenai penyusunan RUU Waspom. Namun hingga saat ini, tidak ada undang-undang yang spesifik mengatur pengawasan obat dan makanan dalam rangka perlindungan masyarakat.

RUU Waspom pernah dibahas pada periode 2014-2019 namun hingga saat ini belum juga terselesaikan. Pada akhirnya, RUU Waspom ini masuk pada pembahasan prolegnas tahun 2020-2024. Salah satu alasan mengapa RUU ini penting untuk disahkan adalah membantu BPOM dalam melaksanakan tugasnya, yaitu mengawasi peredaran obat dan makanan di Indonesia. Belum adanya kejelasan RUU ini membuat BPOM terbatas dalam melakukan penyelidikan terhadap beberapa kasus peredaran obat ilegal. Selain itu, ada beberapa urgensi dari RUU Waspom ini, diantaranya adalah :

1.     Masyarakat akan lebih banyak yang memperjual belikan obat tanpa memenuhi aturan dari yang sudah ditentukan oleh BPOM,

2.      Merugikan masyarakat awam yang dengan mudah percaya akan suatu produk obat,

3.   Mencegah peredaran obat secara ilegal baik langsung maupun secara online yang luput dari pengawasan BPOM,

4.      Menciptakan produk dalam negeri yang berkualitas,

5.   Membutuhkan suatu landasan hukum agar dapat  mengurangi peredaran obat secara ilegal di masyarakat,

6.      Memberikan efek jera bagi pelaku peredaran obat ilegal.

Berangkat dari urgensi di atas, ada beberapa kasus yang ditimbulkan dari lemahnya pengawasan obat dan makanan di bidang kefarmasian. Kasus yang baru-baru ini terjadi adalah BPOM menemukan penjualan obat dan jamu yang mengandung bahan kimia berbahaya secara online. Obat yang ditemukan adalah obat yang biasanya digunakan untuk pasien positif virus corona, antara lain Hydroxychloroquine, Asimptomisin, dan Dexamethasone. Selain itu, pihak BPOM juga mencatat adanya kenaikan kasus penjualan obat secara ilegal selama masa pandemi. 

Berangkat dari urgensi di atas, ada beberapa kasus yang ditimbulkan dari lemahnya pengawasan obat dan makanan di bidang kefarmasian. Kasus yang baru-baru ini terjadi adalah BPOM menemukan penjualan obat dan jamu yang mengandung bahan kimia berbahaya secara online. Obat yang ditemukan adalah obat yang biasanya digunakan untuk pasien positif virus corona, antara lain Hydroxychloroquine, Asimptomisin, dan Dexamethasone. Selain itu, pihak BPOM juga mencatat adanya kenaikan kasus penjualan obat secara ilegal selama masa pandemi.

Pada tanggal 23 September 2020, BPOM melakukan operasi penindakan di Bekasi. dari operasi penindakan tersebut ditemukan sebanyak 60 item obat atau 78.412 pcs obat tanpa izin edar dan mengandung bahan kimia dan ditaksir temuan obat tersebut senilai Rp3,2 Miliar. Pelaku diduga menjual obat-obatan tersebut secara online. Selama kurun waktu Maret-September 2020 itu, telah dilakukan operasi penindakan di 29 provinsi dengan nilai temuan barang bukti sebesar Rp46,7 Miliar.

Dilihat dari urgensi-urgensi yang ada, RUU Waspom ini memiliki banyak hal positif apabila segera disahkan, seperti adanya pengawasan yang lebih ketat untuk jual beli obat, melindungi masyarakat dari efek samping obat jika membelinya secara bebas, terhindarnya konsumen dari obat-obatan yang berbahaya, memberi kewenangan kepada BPOM untuk melakukan penyidikan, mendorong daya saing produk dalam negeri yang berkualitas, menyadarkan dan melindungi proses perizinan oleh Badan POM, memberi efek jera terhadap pelaku kejahatan obat ilegal, dan lain-lain.

Berkaca dari fakta yang ada, apoteker dan stakeholder yang terkait lainnya memegang peran penting dalam pengawalan RUU Waspom ini. Hal yang bisa kita lakukan adalah menghimbau kerabat terdekat kita dan masyarakat untuk membeli obat dan makanan yang telah mencantumkan izin edar dari BPOM sehingga mutu dan kualitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, sebagai masyarakat pentingnya saling mengedukasi dan lebih bijak lagi dalam membeli obat dan makanan yang beredar di pasaran.

Dengan beberapa pertimbangan yang dijelaskan di atas, maka alangkah baiknya apabila RUU ini segera disahkan agar BPOM juga lebih bisa memaksimalkan perannya dalam melakukan pengawasan obat dan makanan. tugas kita adalah harus selalu mengedukasi satu sama lain, dan saling mengingatkan untuk tidak membeli produk yang belum jelas identitasnya dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan.


Daftar Pustaka

CNN Indonesia. 2019. “RUU Pengawasan Obat dan Makanan Resmi Jadi Usul Inisiatif    DPR” 

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190725165659-32-415502/ruu-pengawasan-obat-dan-makanan-resmi-jadi-usul-inisiatif-dpr Diiakses pada 01 Mei 2021.

CNN Indonesia. 2020. “BPOM Temukan Obat Ilegal Terkait Covid Dijual Online”

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200925175729-20-551091/bpom-temukan-obat-ilegal-terkait-covid-dijual-online Diakses pada 01 Mei 2021.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2019. “Komisi IX Dorong BPOM Punya

Kewenangan Penyidikan”

https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/25140/t/Komisi+IX+Dorong+BPOM+Punya+Kewenangan+Penyidikan Diakses pada 01 Mei 2021.

Zuhriyah, Dewi Aminatuz. 2019. “RUU Pengawasan Obat dan Makanan Mulai Dibahas   Januari 2020”

https://ekonomi.bisnis.com/read/20191210/12/1179766/ruu-pengawasan-obat-dan-makanan-mulai-dibahas-januari-2020 Diakses pada 01 mei 2021.



Friday, September 6, 2019

APAKAH SALAH APOTEKER SEORANG?




APAKAH SALAH APOTEKER SEORANG?

Baru-baru ini berita mengenai seorang apoteker di Puskesmas Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara  dibebastugaskan sementara karena  memberikan obat kepada pasien bernama Ny. N yang dilaporkan telah kadaluwarsa. Apoteker tersebut memberikan sejumlah suplemen salah satunya yaitu pemberian vitamin B6 dalam bentuk tablet. Suplemen vitamin B6 inilah yang terbukti lewat kadaluarsa satu hari sebelumnya. Pada dasarnya vitamin B6 (Pyridoxin) dikonsumsi ibu hamil untuk meredakan mual. Keterangan tersebut diambil dari www.haibunda.com bahwa vitamin B6 dapat dikonsumsi untuk mengurangi mual dan muntah pada ibu hamil. Mual dan muntah pada ibu hamil bukan suatu hal yang berbahaya melainkan merupakan kondisi yang normal dan biasanya juga disertai dengan pusing. Polisi melakukan pemeriksaan kepada salah satu bidan yang biasa memeriksa kandungan korban. Berdasarkan hasil pemeriksaan kepolisian Mapolda Metro Jaya bahwa bidan tersebut telah menuliskan resep obat yang didapat pada hari Selasa tanggal 12 Agustus 2019 dan kemudian ditebus atau diberikan kepada apoteker. Kapolres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto mengatakan pihak puskesmas mengakui bahwa mereka melakukan kelalaian.

Bermasalah pada profesionalisme kerja dan manajemen apotek
Dilansir dari CNN Indonesia, apoteker menerima resep dari seorang bidan yang mana profesi tersebut TIDAK DIPERBOLEHKAN untuk mengeluarkan resep, tetapi hanya profesi dokter yang berwenang untuk melakukan peresepan obat sesuai dengan undang-undang. Tindakan bidan tersebut melanggar kewenangan kompetensi dokter yang terdapat pada pasal 35 UU No.29 Tahun 2014 tentang Praktik Kedokteran berbunyi:
(1)    Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi  mempunyai wewenang  melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:
Poin (g) Menulis resep obat dan alat kesehatan.
Sedangkan dalam UU No.4 Tahun 2019 tentang Kebidanan pasal 46 berbunyi:
(1)   Dalam menyelenggarakan Praktik Kebidanan, Bidan bertugas memberikan pelayanan yang meliputi:
a.     pelayanan kesehatan ibu;
b.     pelayanan kesehatan anak;
c.     pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana;
d.     Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
Mengacu pada peraturan undang-undang diatas, dapat dipastikan ada kesalahan dalam pengambilan tugas tenaga kesehatan dan kelalaian standar operasional dalam manajemen pengeluaran obat. Selain itu, manajemen dalam pengaturan stok opname, yaitu kegiatan penghitungan fisik persediaan yang ada di gudang untuk kemudian dijual. Tujuan dilakukannya stock opname ini adalah untuk mengetahui keakuratan catatan pembukuan yang merupakan salah satu fungsi sistem pengendalian intern. Pada stock opname, dapat dilakukan pemeriksaan berkala tanggal kadaluarsa obat.

Vitamin kadaluarsa tidak sepenuhnya berbahaya
Dalam Farmakope Indonesia Edisi III halaman 542, tablet vitamin B6 memiliki waktu hancur tidak lebih dari 30 menit. Sedangkan Farmakope Indonesia Edisi V halaman 1012 vitamin B6 mudah larut dalam air. Hal ini berarti bahwa secara farmakologis tubuh, tablet vitamin B6 akan hancur oleh proses metabolisme tubuh tidak lebih dari 30 menit dan kemudian diserap oleh tubuh. Selain itu, vitamin B6 sendiri merupakan vitamin yang larut dalam air sehingga hasil metabolisme vitamin B6 ini akan dibuang melalui urin sehingga dapat dikatakan bahwa vitamin ini tidak berbahaya. Mengenai pengertian kadaluarsa obat, memiliki makna bahwa obat telah terdegradasi atau terurai sebesar 10% dari bahan aktif awalnya. Sehingga zat aktif obat masih sebesar 90%.

Pernyataan sikap ISMAFARSI
ISMAFARSI (Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia) mengeluarkan pernyataan sikap melalui KASTRAD-nya (Kajian Strategi dan Advokasi) menyatakan bahwa kasus ini harus ditangani secara objektif dan lebih mendalami mengenai SOP yang digunakan dalam instalasi kesehatan yang bersangkutan karena dirasa menyudutkan salah satu profesi. Selain itu, pemberian bekal praktek kefarmasian yang lebih optimal kepada seluruh SDM Kefarmasian di Indonesia dan imbauan kepada PP IAI (Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia) untuk LEBIH SERIUS DAN TRANSPARAN dalam melakukan penanganan kasus yang menyangkut profesi apoteker, serta imbauan untuk semua bagian dalam bidang kefarmasian untuk terus mengasah dan mendorong skill kefarmasian supaya lebih baik lagi.
.


Pembinaan dan pengawasan perlu ditingkatkan oleh pihak berwenang
Serta dalam hal ini kita tidak boleh menganggap sepele akan tugas dan tanggung jawab dari kepala puskesmas yaitu mengusahakan agar fungsi puskesmas dapat diselenggarakan dengan baik. Tidak kalah penting adalah tugas BPOM pada pasal 2 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan yang mengatakan
(1)  BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Obat dan Makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan jika tidak ada pihak yang tidak ikut bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan ini. Dimana pelaksanaan pengawasan obat dilakukan oleh apoteker di bawah BPOM serta mengingat tanggung jawab kepala puskesmas tempat dimana kasus ini terjadi. Sebagai bentuk tindak lanjut dan mencegah terulangnya kejadian ini, Dinas Kesehatan dan jajarannya akan melaksanakan :
(1)   Meningkatkan pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
(2)   Meningkatkan pembinaan terhadap penerapan manajemen mutu.
(3)   Mengevaluasi pelaksanaan SPO terkait pelayanan dan program kesehatan di Puskesmas.
Apoteker rawan dikriminalisasi
Tidak hanya sekali terjadinya kasus Apoteker diadili secara hukum. Pada tahun 2012, Apoteker Yuli divonis 4 tahun penjara karena mengamankan psikotropika kepada Dinas Kesehatan tanpa sepengetahuan Pemilik Apotek yang diduga untuk disalahgunakan. Hal demikian pun terjadi pada tahun 2019 dimana Apoteker seolah-olah menjadi profesi yang paling disudutkan. Sampai sekarang perlindungan hukum Apoteker masih nihil terlihat dikarenakan belum adanya UU Praktik Apoteker. Sampai saat ini apoteker masih bernaung dibawah UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan PP No.51 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Akibatnya, Apoteker menjadi profesi yang rawan dikriminalisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2019. Uraian Tugas Kepala Puskesmas. http://dinkes.pesisirselatankab.go.id/transparasi/file/Akteditasi_Salido__Uraian_Tugas_Kepala_Puskesmas.pdf Diakses pada 29 Agustus 2019.
BPOM RI. 2019. Tugas Utama BPOM.
 https://www.pom.go.id/new/view/direct/job Diakses pada 29 Agustus 2019.
CNN Indonesia. 2019. Polisi: Puskesmas Akui Lalai Beri Obat Kedaluwarsa Ibu Hamil.
CNN Indonesia. 2019. Kasus Obat Kedaluarsa, Bidan Puskesmas Kamal Muara Diperiksa.  https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190823211304-12-424222/kasus-obat-kedaluwarsa-bidan-puskesmas-kamal-muara-diperiksa. Diakses pada tanggal 29 Agustus 2019
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia . 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia . 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Rubiyanto, Nunut. 2019. Peraturan Perundang-undagan di Apotek. https://www.usd.ac.id/fakultas/farmasi/f1l3/WorkshopPA.pptx Diakses pada 29 Agustus 2019.

Hidayaturrizqika Maulida, Rizkiananda Wardani, Monarita Puspita Dewi, dan Naufal Farras
BIRO ADVOKASI DAN KESEJAHTERAAN MAHASISWA
BEM FF UMS 2019


Monday, April 29, 2019

KOLABORASI OJOL DAN DOKTER ONLINE, BAGAIMANAKAH DAMPAKNYA TERHADAP APOTEKER?





KOLABORASI OJOL DAN DOKTER ONLINE, BAGAIMANAKAH DAMPAKNYA TERHADAP APOTEKER?

Sistem Regulasi E-Farmasi

Dengan berkembangnya teknologi, tentu ada banyak cara untuk mempermudah manusia dalam melakukan berbagai aktivitas. Indonesia menduduki peringkat ke-5 dunia dengan jumlah pengguna internet terbanyak di dunia. Kini, jika ingin pergi ke suatu tempat, dapat mudah saja menaiki sepeda motor dan mobil taksi online. Layanan antar rumah pun juga menjadi salah satu solusi kemudahan yang membuat konsumen akan “semakin nyaman” untuk dilayani. Tak dipungkiri paradigma “online” ini juga merambah pada dunia kefarmasian.

Pada tahun 2016 mulai muncul inovasi apotek untuk menjalankan layanan pesan antar obat dan jasa perusahaan “Unicorn” dalam pengantaran obat. Hal demikian sering disebut masyarakat sebagai apotek online. Sejatinya apotek merupakan tempat pelayanan kefarmasian dijalankan dan menurut PP no 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

1. Pasal 21 ayat 2 berbunyi:
    Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.
2.Pasal 24 poin c berbunyi:
    Dalam melaksakan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat      menyerahkan obat keras, narkotika, dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter            sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Masalah yang kemudian dihadapi bahwa belum terdapat regulasi yang mengatur jalannya pelayanan kefarmasian secara elektronik ini sehingga menimbulkan ketidakteraturan terutama pada E-Farmasi.

Mengenai peraturan E-Farmasi ini ada di dalam PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2018. PMK tersebut mengatur tentang bagaimana dapat memperoleh izin pengadaan E-Farmasi. Demikian pada peraturan tersebut terdapat pengertian mengenai Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) yaitu badan hukum yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan E-Farmasi untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain. Sehingga akan adanya kerjasama antara apotek terintegrasi online dengan PSEF. Masalah yang kedua, belum adanya regulasi yang jelas mengenai konsep jalannya E-Farmasi mengenai pelayanan informasi obat ataupun terjadinya kecurangan pada peraturan ini masih ambigu.

Kolaborasi Go-Jek dan Halodoc

Halodoc merupakan sebuah aplikasi kesehatan terpadu yang memfasilitasi interaksi antara dokter dengan pasien. Aplikasi ini digadang-gadang menawarkan kemudahan dan mempersingkat waktu untuk mengakses kesehatan pada saat pengguna membutuhkan pertolongan dokter. Sedangkan Go-Jek merupakan sebuah perusahaan teknologi asal Indonesia yang melayani angkutan melalui jasa ojek yang merambah di berbagai kehidupan. Bahkan perusahaan ini telah menambah fitur berupa Go-Med. Pada saat ini, Go-Med tengah bekerja sama Halodoc dimana layanan yang diberikan berupa pesanan kebutuhan medis yang dapat diantarkan dengan cepat ke pengguna. Pengguna cukup meng-klik layanan Go-Med yang ada di aplikasi Go-Jek. Pengguna kemudian akan diarahkan secara otomatis ke layanan Pharmacy Delivery yang ada di aplikasi Halodoc.

Jika dilihat dari pelayanan kesehatan ada beberapa hal yang terlupakan contohnya adalah PIO (Pelayanan Informasi Obat). Penggunaan obat keras atau obat yang diresepkan oleh dokter perlu adanya PIO dari seorang Apoteker yang bekerja di apotik, karena Apoteker akan memberikan informasi yang penting seperti cara penggunaannya, cara penyimpanannya, efek samping dari obat dan kontra indikasi obat itu sendiri. Pelayanan Informasi Obat ini adalah salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses terapi, penggunaan obat tanpa informasi yang benar akan menghasilkan hasil terapi yang buruk, apalagi jika berkaitan dengan cara penggunaan, cara penyimpanan, dosis, kontraindikasi dan efek samping yang ditimbulkan.  

Pertanyaan yang mucul di kemudian hari adalah apakah mungkin seorang driver Go-Jek menggantikan peran apoteker dalam hal Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien atau keluarga pasien?  Pihak vendor pelayanan juga harus memperhatikan PERMENKES NO. 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Pemerintah yang berperan sebagai regulator juga harus membuat limitasi terhadap produk apa saja yang boleh dipesan secara online, misalnya obat yang bisa diakses melalui fitur Go-Med adalah obat OTC (Over The Counter) atau obat bebas. Hal itu dikarenakan sangat tidak memungkinkan untuk menyerahkan obat golongan keras, psikotropika, hingga narkotika lewat perantara deliver karena harus ada edukasi terhadap pemakaian obat.  Untuk masyarakat yang ingin membeli obat keras atau obat dari resep dokter harap meluangkan waktu untuk datang ke apotek karena apoteker adalah satu-satunya profesi yang mempunyai kompetensi atas penyampaian informasi obat yang benar kepada pasien atau keluarga pasien.

Berdasarkan paparan diatas, maka E-Farmasi tidaklah rasional diterapkan dalam jual beli obat. Namun dapat diaplikasikan dalam bentuk memudahkan pengelolaan apotek. Pengelolaan apotek ini dapat berupa pelaporan online, surat pemesanan online kepada PBF, E-prescribing, rekam medis pasien, katalog obat, hingga pharmaceutical care.

Nasib Apoteker Kian Tergerus

Melihat realita praktik kefarmasian sekarang, sangat miris bahwa Apoteker menjadi salah satu profesi yang akan digantikan oleh robot. Bukan tidak mungkin karena semakin sedikit tatap muka pasien kepada Apoteker karena ketiadaan Apoteker di Apotek. Adanya kolaborasi antara Go-Med dan Halodoc, dikhawatirkan akan mengurangi interaksi Apoteker kepada pasien. Profesi Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dalam pengetahuan obat-obatan yang ditempuh melalui pendidikan S1 Farmasi hingga Program Studi Profesi Apoteker. Sehingga jelas berbeda apabila penyerahan obat dilakukan oleh seorang driver.

Perlindungan profesi apoteker sebenarnya baru diatur oleh adanya PP No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Hal ini menjadi alasan, jalannya E-Farmasi di Indonesia masih bertentangan dengan regulasi yang ada. Saat ini, Apoteker merupakan salah satu tenaga kesehatan yang tidak mempunyai perlindungan hukum berupa Undang-Undang. Berbeda dengan profesi Dokter, Perawat, dan Bidan. Sehingga adanya kolaborasi Ojek Online dan Dokter Online dapat dijadikan momentum untuk meletakkan urgensi diadakannya Undang-Undang Kefarmasian untuk melindungi profesi Apoteker.

Konsep E-Farmasi Rasional Diterapkan

Sebuah studi menyatakan distribusi secara konvensional selama satu bulan memiliki insidensi kesalahan sebesar 0.157% dan metode distribusi secara elektronik memiliki nilai insidensi kesalahan sebesar 0.135%, pelayanan distribusi obat yang dikombinasikan dengan penggunaan barcode memiliki nilai insidensi sebesar 0,137% (Alan, et., al, 2015). Sistem barcode yang diterapkan dalam pelayanan kefarmasian dan penyampaian obat ke tangan pasien, merupakan teknologi yang paling banyak diterapkan saat ini. Pelayanan berbasis barcode ini sering disebut E-prescribing akan membantu dalam mencegah salah pemberian obat.

Selain teknologi barcode, teknologi digital yang diterapkan adalah rekam medik dan catatan administrasi berbasis elektronik. Electronic Medication Administration Record (EMAR) dan Barcode Medication Adminitration (BCMA) dapat menekan persentase eror dibawah 2 persen,  angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan persentase eror sebelum penerapan sistem EMAR dan BCMA. Penerapan sistem teknologi berbasis digital ini tetap harus didukung oleh farmasis atau tenaga medis lainnya yang kompeten baik dalam pengetahuan dan teknologi (Paoletti, et., al,  2007). Penggunaan BCMA tidak hanya mengurangi persentase eror pada instalasi farmasi, tetapi teknologi ini telah diterapkan pada bagian pelayanan kesehatan lainnya, seperti ruang operasi dan ruang ICU (Pieter, et., al, 2009).

Kimia Farma Gaet Telkom

PT Kimia Farma Tbk (KAEF) menjalin kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi pelat merah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Kerja sama ini bertujuan untuk memperkuat digitalisasi di lingkungan bisnis KAEF. Perwujudan kemitraan ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama alias memorandum of understanding (MoU) yang dilakukan oleh Direktur Utama KAEF Honesti Basyir dan Direktur Enterprise & Business Service TLKM Dian Rahmawan.
Digitalisasi yang dilakukan KAEF meliputi penyediaan infrastruktur cloud dan jaringan (network), hardware, serta sistem aplikasi terpadu. Sistem aplikasi yang disediakan oleh TLKM terdiri dari smart stock, omni channel, customer loyalty, big data analytics, integrasi klinik, program rujuk balik, serta layanan home care. Seluruh infrastruktur digital tersebut terintegrasi dengan enterprise resource planning (ERP) yang sudah diterapkan KAEF sejak Oktober 2016 silam. Hal ini menjadi contoh agar paradigma E-Farmasi sangat berguna di terapkan di Industri Farmasi untuk pengelolaan lebih terintegrasi

Secara keseluruhan penelitian mengenai pelayanan farmasi berbasis digital dan teknologi meningkatkan pelayanan menjadi lebih efektif dan efisien, hal ini dibuktikan dengan minimalnya persentase eror dan meningkatnya pelayananan yang dirasakan pasien. Sehingga E-Farmasi layaknya diciptakan untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam pekerjaan kefarmasian, bukan untuk memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan bisnis sebesar-besarnya.  Maka dari itu, penting bagi kita, penggiat di bidang farmasi dan regulasi pemerintah untuk mengkaji kembali untuk apa E-Farmasi dijalankan.

Sumber :

Alan R. Oldland, Larry K. Golightly, Sondra K. May, Gerard R. Barber, Nancy M. Stolpman. 2015. Electronic Inventory Systems and Barcode Technology: Impact on Pharmacy Technical Accuracy and Error Liability. Hosp Pharm 2015;50(1):34–41.

Meijer, Erik. 2016. Memanfaatkan Teknologi Digital untuk Akses Layanan Kesehatan. Tersedia di http://www.indotelko.com/kanal?c=id&it=memanfaatkan-digital-kesehatan (Diakses pada 21 Desember 2017).

Pieter J. Helmons, Lindsay N. Wargel, and Charles E. Daniels. 2009. Effect of bar-code-assisted medication administration on medication administration errors and accuracy in multiple patient care areas. Am J Health-Syst Pharm—Vol 66 Jul 1, 2009.

Richard D. Paoletti, Tina M. Suess, Michael G. Lesko, Alfred A. Feroli, James A. Kennel, Joye M. Mahler, Timothy Sauders. 2007. Using bar-code technology and medication observation methodology for safer medication administration. Am J Health-Syst Pharm—Vol 64 Mar 1, 2007.
Putra, Febriansyah dkk. 2018. Era Milenia Terapkan Digitalisasi Sistem Distribusi Obat.
https://www.google.com/amp/farmasetika.com/2018/01/04/era-milenia-terapkan-digitalisasi-sistem-distribusi-obat/amp/ Diakses tanggal 21 April 2019.


Halima, Nurhalima. 2019. Apoteker dan Revolusi Industri 4.0 Apakah Mampu Beradaptasi?. https://www.kompasiana.com/_halima/5ca91965cc528314f40f39f3/apoteker-dan-revolusi-industri-4-0-apakah-mampu-beradaptasi-by-fitri?page=all Diakses tanggal 21 April 2019.

Abdilah, Azis. 2016. Sanggupkah Go-Med Gantikan Peran Apoteker. https://gawaisehat.com/2016/11/23/sanggupkah-go-med-gantikan-peran-apoteker/ Diakses tanggal 21 April 2019.

Rahma, Riska. 2017. Digitalisasi Bisnis Kimia Farma Gandeng Telkom. https://www.google.co.id/amp/amp.kontan.co.id/news/digitalisasi-bisnis-kimia-farma-gandeng-telkom Diakses Tanggal 21 April 2019.



110 +
Average Pageviews Everyday
3400 +
Pageviews Last Month
32000 +
Total Pageviews Everytime

Ur Feedback

BEMF Farmasi UMS

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta adalah sebuah lembaga eksekutif dalam menjalankan miniatur government yang berkemajuan, menjadi motor dari perubahan civitas akademika dan inspirasi bagi masyarakat.

Lt.1 Fakultas Farmasi UMS

Jl. Achmad Yani - Tromol Pos I Pabelan Kartosuro Sukoharjo

SOLOTOPRO

Solidaritas, Loyalitas, Totalitas, Profesionalitas

Email

solotopro[at]gmail.com

ipt>