Kabinet invictoria

Visi Kami

Mewujudkan BEM FF UMS sebagai penggerak optimalisasi potensi yang berintegritas dan kontinuitas melalui penguatan sistem evaluasi dan kolaborasi yang aktif progresif dengan berlandaskan tanggung jawab serta semangat kekeluargaan dalam pemberdayaan civitas akademika FF UMS

Misi Kami Tentang Invictoria


Pengurus Harian
Divisi Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Divisi Dana dan Usaha Divisi Eksternal Divisi Hubungan dan Sosial Masyarakat Divisi Islamic Student Center Divisi Media dan Publikasi Divisi Pengembangan Intelektual Divisi Pengembangan Organisasi dan Kaderisasi Divisi Seni dan Olahraga

News

Tuesday, August 5, 2025

Pengurus Harian

Pengurus Harian

 PENGURUS HARIAN



Jajaran fungsional yang berperan penting dalam memastikan keberjalanan organisasi secara administratif, keuangan, koordinasi antar divisi, serta representasi eksternal. Di dalamnya terdapat Gubernur dan Wakil Gubernur sebagai pemimpin organisasi, yang bekerja bersama Sekretaris Umum, Bendahara Umum, dan Koordinator Divisi untuk menjaga keselarasan dan keberlanjutan seluruh kegiatan BEM. Dengan semangat kolaborasi, tanggung jawab, dan keterbukaan, Pengurus Harian hadir untuk merawat arah gerak organisasi dan menjembatani aspirasi mahasiswa menjadi aksi nyata.

SUSUNAN KEPENGURUSAN

GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR

Gubernur                     : Melshanda Intan Monica

Wakil Gubernur          : Alwan Hanif

I.      ANALISIS SWOT

1.     Strength (Kekuatan):

a)     Berasal dari dua angkatan berbeda, sehingga mempermudah pengaturan waktu dan pembagian tugas dalam kegiatan yang mendesak.

b)    Telah menyelesaikan jenjang pengkaderan ISMAFARSI tingkat 2 (RPLF).

c)     Lebih mudah dalam melakukan branding terhadap Program Kerja dan Non-Program Kerja organisasi.

2.     Weakness (Kelemahan):

a)     Perbedaan angkatan terkadang menyulitkan penyesuaian jadwal untuk koordinasi.

3.     Opportunities (Peluang):

a)     Memiliki latar belakang organisasi yang kuat.

b)    Memiliki banyak relasi, baik internal maupun eksternal.

4.     Threats (Ancaman):

a)     Rendahnya kesadaran atau kepedulian mahasiswa terhadap organisasi.

 

SUSUNAN KEPENGURUSAN

SEKRETARIS UMUM

Sekretaris Umum I      : Aqila Maiquina

Sekretaris Umum II    : Dea Ananda Avriliana Tulili

 

I.      ANALISIS SWOT

1.       Strenghts (kekuatan)

a)     Sekretaris Umum berasal dari angkatan yang berbeda, sehingga mendukung terwujudnya proses kaderisasi yang berkelanjutan.

b)    Salah satu Sekretaris Umum memiliki pengalaman sejak periode sebelumnya, sehingga telah memahami alur kerja administratif dengan baik.

c)     Kinerja didukung oleh respons cepat terhadap kebutuhan administratif organisasi.

2.     Weakness (kelemahan)

a)     Kedua Sekretaris Umum masih kurang memahami hal-hal yang berkaitan dengan urusan eksternal, yang dapat menyulitkan koordinasi dengan pihak luar.

b)    Tidak adanya anggota Sekretaris Umum yang berdomisili di Solo menjadi hambatan dalam pelaksanaan tugas-tugas yang memerlukan kehadiran fisik secara langsung di sekretariat.

3.     Opportunities (peluang)

a)     Adanya hubungan kerja yang baik antar anggota Sekretaris Umum membuka peluang untuk saling mendukung dan saling memback-up dalam menjalankan tugas.

4.     Treaths (ancaman)

a)     Masih terdapat beberapa sekretaris, baik dari KAMA maupun internal BEM, yang belum memahami sistem administrasi dengan baik.

II.    PROGRAM KERJA

1.     TOAF ft. BENDUM

TOAF (Training of Administration & Finance) ft. BENDUM merupakan kegiatan pelatihan administrasi dan keuangan yang ditujukan kepada seluruh pengurus KAMA FF UMS, termasuk Sekretaris dan Bendahara KAMA maupun Divisi. Pada kegiatan ini, Sekretaris Umum akan menyampaikan materi terkait tata kelola administrasi organisasi, seperti penulisan surat, notulensi, pengarsipan, dan peminjaman inventaris. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas administrasi pengurus serta menciptakan sistem kerja yang lebih tertib dan profesional.

2.     ATK & INVENTARIS

ATK & Inventaris merupakan program yang berfokus pada pengadaan serta pengelolaan perlengkapan administrasi (ATK) dan inventaris BEM FF UMS. Program ini meliputi pendataan, pendistribusian, peminjaman, dan pengembalian barang inventaris, serta memastikan keteraturan dan kerapihan fasilitas kesekretariatan. Dengan adanya sistem peminjaman dan pengembalian yang terdokumentasi serta prosedur yang tertata, diharapkan segala aktivitas administrasi BEM dapat berjalan lebih lancar.

III.     NON PROGRAM KERJA

1.     e-Administrasi

e-Administrasi adalah sistem digitalisasi dokumen dan arsip administrasi BEM FF UMS. Sekum mengelola berbagai link formulir dan spreadsheet online yang digunakan untuk pengajuan surat, proposal, LPJ, serta peminjaman barang. Tujuannya adalah menciptakan sistem administrasi yang efisien, terdokumentasi dengan baik, dan mudah diakses oleh seluruh pengurus.

2.     Piket Internal BEM

Piket Internal BEM merupakan agenda rutin untuk menjaga kebersihan, keamanan, dan kerapian sekretariat BEM FF UMS. Sekum berperan dalam menyusun jadwal piket, melakukan evaluasi, serta memastikan setiap pengurus menjalankan tugas piketnya. Kegiatan ini mendukung terciptanya lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif.

3.     Baku dan SOP Administrasi

Sekum menyusun dan mensosialisasikan pedoman administrasi berupa dokumen baku dan Standar Operasional Prosedur (SOP) kepada seluruh pengurus BEM FF UMS dan KAMA FF UMS. Hal ini penting guna memastikan setiap kegiatan administrasi memiliki panduan yang jelas, seragam, dan sesuai aturan, sehingga meminimalisir kesalahan dalam pengajuan proposal, surat, maupun LPJ.

4.     Notulen Rapat

Sekretaris Divisi bertanggung jawab dalam mencatat jalannya rapat dan mendokumentasikan hasil rapat dalam bentuk notulen. Notulen disimpan dan dibagikan sebagai dokumentasi kegiatan organisasi serta acuan dalam pengambilan keputusan dan evaluasi kinerja.

5.     Kalender KAMA ft. Medpub

Kalender KAMA adalah agenda kolaboratif antara Sekretaris Umum dan Medpub untuk merancang, mendesain, dan menyebarluaskan kalender kegiatan seluruh KAMA FF UMS. Kalender ini berfungsi sebagai pengingat dan panduan visual atas semua agenda kegiatan organisasi, baik dalam skala fakultas maupun internal BEM.

 

SUSUNAN KEPENGURUSAN

BENDAHARA UMUM

Bendahara Umum I     : Varin Viebi Nafisa Azzahra

Bendahara Umum II   : Kholda Hanin

I.      ANALISIS SWOT

1.     Strenghts (Kekuatan)

a)     Salah satu Bendahara Umum memiliki pengalaman sebagai bendahara divisi BEM pada periode sebelumnya.

b)    Kedua Bendahara Umum berasal dari angkatan yang berbeda, sehingga mendukung adanya kaderisasi keuangan untuk periode selanjutnya.

2.     Weakness (Kelemahan)

a)     Salah satu Bendahara Umum belum memiliki pengalaman sebagai bendahara divisi, sehingga masih perlu waktu untuk beradaptasi dengan sistem keuangan BEM.

3.     Opportunities (Peluang)

a)     Keduanya sudah tidak asing dengan hal-hal terkait keuangan, sehingga mempermudah proses pengelolaan.

b)    Pengarsipan dan transparansi keuangan dapat ditingkatkan secara optimal.

c)     Alur administrasi keuangan kini lebih jelas dan terstruktur.

4.     Treaths (Ancaman)

a)     Adanya potensi pengaruh internal dan eksternal yang tidak terduga dalam pelaksanaan tugas bendahara.

b)    Masih perlunya pencerdasan dan pendampingan bagi bendahara divisi/bidang agar pengelolaan keuangan dapat berjalan selaras di seluruh lini.

II.    PROGRAM KERJA

1.     TOAF ft. SEKUM

TOAF featuring SEKUM merupakan kegiatan pelatihan administrasi yang ditujukan kepada pengurus KAMA, khususnya Bendahara KAMA dan Bendahara Divisi. Kegiatan ini bertujuan untuk menyampaikan materi administrasi keuangan dari Bendahara Umum kepada Ketua, Sekretaris, serta para Bendahara KAMA dan Divisi, sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan mereka dalam mengelola keuangan organisasi.

2.     Finance’s Day

Finance’s Day merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman keuangan bagi seluruh Bendahara Divisi BEM FF UMS. Melalui pembekalan finansial yang disampaikan oleh Bendahara Umum, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam mengenai administrasi keuangan, sehingga para Bendahara Divisi dapat mengelola keuangan dengan lebih baik, terstruktur, dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

III.      NON PROGRAM KERJA

1.     Pemberian Bantuan Dana

Pemberian Bantuan Dana adalah program yang bertujuan untuk mengatasi kekurangan dana dalam berbagai kegiatan atau acara yang diselenggarakan oleh BEM FF UMS. Program ini menyasar seluruh kegiatan BEM FF UMS dengan mekanisme berupa pemberian dana darurat di luar rancangan anggaran serta peminjaman dana dari BEM. Melalui kegiatan ini, diharapkan setiap kegiatan yang dilaksanakan dapat memperoleh dukungan dana yang mencukupi untuk kelancaran pelaksanaannya.

2.     Konsultan Bendahara Divisi dan Bendahara Bidang

Konsultan Bendahara Divisi dan Bendahara Bidang merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memberikan bimbingan dan konsultasi dalam pengelolaan administrasi keuangan kepada Bendahara Divisi dan Bendahara KAMA. Melalui kegiatan ini, para bendahara dapat memperoleh pendampingan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan keuangan yang dihadapi, sehingga pengelolaan keuangan menjadi lebih efektif, transparan, dan terstruktur.

 

SUSUNAN KEPENGURUSAN

KOORDINATOR DIVISI

Koordinator Divisi Eksternal I           : Grecia Leonindytha

Koordinator Divisi Eksternal II          : Fitriani Dwi Wulandari

Koordinator Divisi Internal I              : Bhadrika Anindya Pitaloka

Koordinator Divisi Internal II             : Muhammad Mafaz Muzaki

I.      ANALISIS SWOT

1.     Strenghts (Kekuatan)

a)     Terdiri dari dua angkatan berbeda, yang memungkinkan terjadinya komunikasi dan kolaborasi antargenerasi yang lebih efektif.

b)    Memiliki respons cepat dan bersifat komunikatif dalam menjalankan tugas koordinatif.

2.     Weakness (Kelemahan)

a)     Masih kurang memahami beberapa divisi secara menyeluruh, sehingga membutuhkan waktu untuk penyesuaian.

b)    Belum memiliki gambaran yang utuh karena baru menjalankan peran ini pada periode berjalan.

3.     Opportunities (Peluang)

a)     Memiliki potensi untuk meningkatkan kolaborasi dan sinergi antar divisi dalam pelaksanaan program kerja maupun kegiatan non-program kerja.

b)    Mendorong pengelolaan informasi yang lebih terstruktur dan terdokumentasi dengan baik di tiap divisi.

4.     Treaths (Ancaman)

a)     Adanya program kerja dan non-program kerja baru yang memerlukan perhatian dan pengawasan khusus agar dapat berjalan sesuai rencana dan tujuan organisasi.

II.    NON PROGRAM KERJA

1.     SAPA DIVISI

Sapa Divisi merupakan kegiatan non-program kerja yang bertujuan mempererat komunikasi dan kebersamaan antaranggota divisi melalui aktivitas informal seperti sharing dan games. Kegiatan ini dilakukan secara berkala untuk menciptakan suasana kerja yang harmonis dan mendukung efektivitas koordinasi internal.

2.     Rapor Divisi

Rapor Divisi adalah non-program kerja yang bertujuan mengevaluasi dan mengapresiasi kinerja anggota divisi berdasarkan kontribusi, keaktifan, dan tanggung jawab selama kepengurusan. Melalui evaluasi ini, anggota diharapkan mendapat umpan balik yang membangun agar termotivasi untuk terus berkembang.

3.     Open House BEM

Open House BEM merupakan kegiatan non-program kerja yang dilaksanakan bersamaan dengan Fakultaria untuk memperkenalkan BEM FF UMS kepada mahasiswa baru. Kegiatan ini bertujuan membuka wawasan tentang organisasi kemahasiswaan serta mendorong minat dan partisipasi dalam kegiatan BEM.

4.     Smart Note ft. SEKUM

Smart Note adalah kegiatan pengarsipan hasil rapat dari tiap divisi yang dikoordinasikan oleh Sekretaris Divisi. Program ini bertujuan membangun sistem dokumentasi yang rapi dan terstruktur untuk mendukung pemantauan progres kerja serta menjaga keteraturan administrasi divisi.

 

Monday, August 4, 2025

“Antibiotik Bukan Obat Segala Penyakit: Mengapa Resistensi Harus Dicegah?”

“Antibiotik Bukan Obat Segala Penyakit: Mengapa Resistensi Harus Dicegah?”

 


“Antibiotik Bukan Obat Segala Penyakit: Mengapa Resistensi Harus Dicegah?”


Pendahuluan

      Antibiotik merupakan obat yang berfungsi untuk menghambat dan mengobati infeksi akibat adanya bakteri. Penggunaan antibiotik harus bijak agar infeksi tetap bisa diobati secara efektif,  jika antibiotik digunakan secara tidak tepat menyebabkan resistensi pada tubuh yaitu kondisi dimana bakteri tidak lagi mempan terhadap penggunaan antibiotik. Permasalahan penggunaan antibiotik yang tidak tepat terjadi secara global, tidak hanya di Indonesia. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan dr. Azhar Jaya, S.H., SKM, MARS mengungkapkan bahwa secara global pada tahun 2019 kasus AMR mencapai 1,27 juta kematian. Angka kasus AMR terus meningkat dan diperkirakan tahun 2050 akan menyentuh 10 juta kematian yang disebabkan oleh AMR. Sehingga memerlukan penanganan bersama. Resistensi terjadi ketika bakteri menjadi kebal atau bermutasi, sehingga antibiotik tidak lagi mampu menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri tersebut. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri resisten akan lebih sulit diobati karena bakteri tersebut mampu menghasilkan protein atau enzim yang melemahkan atau menghancurkan antibiotik. Kemampuan bakteri untuk melemahkan efektivitas antibiotik inilah yang disebut resistensi (Lubis et al., 2019; Kemenkes RI, 2016; Wulandani, 2019).

Masyarakat sering kali membeli obat tanpa resep, contohnya seseorang pada tahun 2024 lalu bernama steven bercerita bahwa, orang tuanya sering memberi obat antibiotik ketika dirinya sakit saat kecil. Antibiotik itu dibeli orang tuanya secara bebas di apotek, tanpa resep dokter, kebiasaan yang kemudian berlanjut sampai dia dewasa.“Orang tua tuh kebiasaan kasih antibiotik. Jadi apa pun sakitnya, radang, flu, atau demam, pokoknya ketika saya nggak enak badan lah. Itu seringnya saya dikasih antibiotik, terutama kayak Amoksisilin, plus obat kayak Decolgen,” tutur Steven.. Antimicrobial resistance (AMR) yang menjadi masalah global kini menjadi konteks kekinian penting tidak hanya untuk mengedukasi masyarakat umum, tetapi juga menjadi peringatan serius bagi para pemangku kebijakan, tenaga kesehatan, dan seluruh lapisan masyarakat. Tanpa penanganan yang tepat, dunia berisiko kembali ke era pra-antibiotik, Di era pra-antibiotik di awal tahun 1900-an, manusia tidak memiliki obat untuk melawan kuman-kuman umum ini, dan akibatnya, penderitaan manusia sangat besar. Meskipun sistem kekebalan tubuh yang melawan penyakit seringkali berhasil melawan infeksi bakteri, terkadang kuman (mikroba) terlalu kuat. (healtychildren.org)

Perkembangan resistensi antimikroba (AMR) saat ini tidak dapat dilepaskan dari kegagalan sistemik dalam mengelola penggunaan antibiotik secara bijak dan bertanggung jawab. Di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, lemahnya regulasi, rendahnya kesadaran masyarakat, serta praktik medis yang tidak sesuai standar telah menciptakan ekosistem ideal. Ironisnya, antibiotik yang seharusnya menjadi alat penyelamat dalam pengobatan infeksi justru berubah menjadi ancaman akibat penyalahgunaan yang berlangsung secara masif dan terus-menerus. Kondisi ini diperparah oleh ketidaktegasan pengawasan terhadap distribusi obat, minimnya edukasi publik, serta pengaruh komersialisasi yang menempatkan akses lebih tinggi daripada kehati-hatian. Maka, resistensi tidak lagi sekadar masalah mikrobiologis, tetapi menjadi cerminan dari krisis tata kelola kesehatan yang berakar pada kebiasaan, kebijakan, dan kepentingan ekonomi. Masyarakat sering kali memperoleh informasi obat dari sumber yang tidak terverifikasi di media sosial atau internet, sehingga meningkatkan praktik penggunaan antibiotik yang tidak rasional, contoh Grup WhatsApp Keluarga


Dalam grup keluarga, ada anggota yang membagikan "resep mujarab" untuk mengobati flu berat: "minum antibiotik ciprofloxacin selama 3 hari, pasti langsung reda." Banyak anggota grup yang mencoba tanpa tahu bahwa flu biasanya disebabkan virus dan bukan bakteri. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi juga menghadirkan peluang besar untuk menanggulangi masalah ini melalui edukasi digital, telekonsultasi, dan sistem pemantauan berbasis elektronik. Tapi tanpa regulasi ketat, ia juga jadi penyebar informasi salah (misinformasi), terutama dari influencer kesehatan non-medis.


Pembahasan 


 Dalam konteks meningkatnya resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) yang menjadi ancaman serius bagi kesehatan global, terdapat berbagai faktor utama yang secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi terhadap meluasnya permasalahan ini. Fenomena ini tidak hanya disebabkan oleh aspek medis semata, tetapi juga dipengaruhi oleh perilaku sosial, kebijakan kesehatan, serta kemajuan dan penyalahgunaan teknologi informasi. Di masyarakat, pembelian obat tanpa resep dokter semakin memperparah situasi. Seperti pada grafik dibawah ini

Source : Kementrian Kesehatan RI, 2023.

Hasil SKI 2023 (Gambar 1), menunjukkan bahwa dari 22,1% masyarakat yang menggunakan antibiotik oral dalam 1 tahun terakhir, 41,0% diantaranya memperoleh antibiotik tanpa resep. Hal ini menunjukkan masih banyak terjadi praktik pemberian antibiotik tanpa resep. Dari proporsi cara perolehan antibiotik tanpa resep dokter yang terakhir kali digunakan (Gambar 2), sebanyak 18 provinsi di Indonesia (sebagian besar berada diwilayah tengah dan timur Indonesia) memiliki proporsi perolehan antibiotik oral tanpa resep dokter di atas rata-rata nasional (41,0%) (Gambar 3). Sementara itu, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi dengan proporsi perolehan antibiotik oral tanpa resep dokter terendah. Oleh karena itu, hasil SKI 2023 menjadi dasar penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan untuk memperkuat regulasi, edukasi, dan sistem pengawasan agar penggunaan antibiotik di masyarakat dapat lebih rasional dan terkontrol, guna mencegah risiko resistensi antibiotik yang semakin meningkat (Kementrian Kesehatan RI, 2023).

Resistensi antimikroba (AMR) merupakan ancaman serius bagi kesehatan global yang sebagian besar disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak rasional di berbagai sektor. Salah satu faktor utama adalah penggunaan antibiotik tanpa resep dokter. Praktik ini tidak hanya menunjukkan rendahnya tingkat literasi kesehatan masyarakat, tetapi juga mencerminkan lemahnya sistem pengawasan terhadap distribusi obat. Pandangan keliru bahwa antibiotik merupakan solusi untuk segala jenis penyakit turut memperparah permasalahan ini. Selain itu, penggunaan antibiotik yang tidak tuntas juga berperan besar dalam mempercepat proses seleksi alam terhadap bakteri patogen. Banyak individu menghentikan konsumsi antibiotik sebelum masa pengobatan selesai, karena merasa sudah sembuh. Padahal, hal ini memungkinkan bakteri yang belum sepenuhnya tereliminasi untuk bertahan dan beradaptasi, sehingga menimbulkan strain yang resisten. Dari sisi profesional medis, ketidaktepatan dalam pemberian antibiotik, seperti meresepkannya untuk infeksi virus, mencerminkan kurang optimalnya penerapan prinsip evidence-based medicine. Hal ini tidak hanya menurunkan efektivitas pengobatan, tetapi juga meningkatkan beban biaya dan risiko penyebaran resistensi di masyarakat.

Kontribusi lain yang signifikan berasal dari sektor peternakan dan pertanian, di mana antibiotik digunakan secara luas, bahkan pada hewan yang sehat, sebagai agen pertumbuhan maupun pencegahan penyakit. Praktik ini memberikan tekanan selektif terhadap mikroorganisme dan memungkinkan transmisi bakteri resisten ke manusia melalui rantai makanan, kontak langsung, atau lingkungan.Tidak kalah penting, kemudahan akses terhadap antibiotik melalui platform daring tanpa pengawasan medis menjadi tantangan besar dalam pengendalian resistensi. Obat-obatan yang diperoleh tanpa resep ini sering kali digunakan tanpa indikasi yang tepat, serta berisiko tidak memenuhi standar mutu dan keamanan. Melihat kompleksitas permasalahan ini, diperlukan pendekatan holistik berbasis One Health yang melibatkan kolaborasi lintas sektor  meliputi kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan  guna mencegah dan mengendalikan resistensi antimikroba secara efektif dan berkelanjutan.

Strategi untuk mengatasi resistensi antimikroba (AMR) di Indonesia dilakukan dengan pendekatan lintas sektor yang berlandaskan One Health, seperti yang dijelaskan dalam Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba (RAN-PRA) 2017–2024. Pendekatan ini mencakup sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, lingkungan, dan ketahanan pangan dengan penekanan pada peningkatan kesadaran publik, penguatan pemantauan AMR dan pemakaian antimikroba, regulasi penggunaan antimikroba secara rasional, peningkatan pengendalian infeksi di fasilitas kesehatan, serta pengembangan penelitian dan inovasi. Dalam konteks ini, apoteker memiliki peran krusial sebagai pelopor edukasi masyarakat mengenai penggunaan antibiotik yang benar, dengan cara memastikan pasien mengonsumsi antibiotik sesuai arahan, menolak penjualan antibiotik tanpa resep dokter, serta berpartisipasi aktif dalam program edukasi seperti GeMa CerMat dan penyuluhan melalui platform digital. Selain itu, transformasi digital berfungsi sebagai solusi strategis, antara lain melalui implementasi sistem e-resep dan e-review medik untuk mengawasi penggunaan antibiotik, pengembangan aplikasi edukasi berbasis mobile untuk meningkatkan literasi masyarakat, serta pelaksanaan kampanye digital yang efektif untuk menjangkau generasi muda dan mencegah penyebaran informasi yang salah tentang antibiotik.


Penutup

Resistensi antimikroba (AMR) telah berkembang menjadi ancaman kesehatan global yang kompleks, tidak hanya karena kemampuan mikroorganisme untuk beradaptasi, tetapi juga akibat dari lemahnya pengelolaan dan penyalahgunaan antibiotik dalam berbagai sektor. Seiring meningkatnya prevalensi bakteri resistan, efektivitas antibiotik sebagai pilar utama terapi infeksi semakin tergerus, mengancam keberhasilan pengobatan, meningkatkan morbiditas dan mortalitas, serta menambah beban biaya kesehatan secara signifikan. Sebagaimana telah dibahas, penyebab utama AMR meliputi penggunaan antibiotik tanpa resep, penghentian terapi yang tidak tuntas, pemberian antibiotik yang tidak sesuai indikasi medis oleh tenaga kesehatan, penggunaan di sektor peternakan dan pertanian, serta minimnya pengawasan terhadap penjualan daring. Semua faktor ini menunjukkan bahwa resistensi bukan hanya isu mikrobiologis, melainkan krisis multidimensional yang melibatkan aspek sosial, ekonomi, regulasi, dan budaya.

Oleh karena itu, dibutuhkan strategi komprehensif dan kolaboratif dengan pendekatan One Health yang melibatkan sektor kesehatan manusia, hewan, lingkungan, serta dukungan lintas kementerian dan lembaga. Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba (RAN-PRA) harus diimplementasikan secara konsisten di tingkat pusat hingga daerah, dengan penguatan kapasitas sumber daya manusia, infrastruktur, serta sistem pemantauan dan evaluasi. Di sisi lain, transformasi digital juga harus dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung pengawasan, edukasi, dan pemantauan penggunaan antibiotik melalui e-resep, e-medication review, aplikasi edukasi berbasis mobile, hingga kampanye digital yang informatif dan menarik.

Rekomendasi untuk menekan laju resistensi antimikroba di Indonesia, kajian ini merekomendasikan beberapa langkah strategis. Pertama, memperkuat regulasi distribusi antibiotik melalui pengawasan ketat dan digitalisasi sistem penjualan. Kedua, mewajibkan pelatihan rutin bagi tenaga kesehatan guna meningkatkan kompetensi dalam penggunaan antibiotik yang rasional. Ketiga, meluncurkan edukasi publik berskala nasional untuk membangun kesadaran kolektif.

Keempat, mengintegrasikan sistem informasi kesehatan digital agar pengawasan penggunaan antibiotik lebih transparan dan akurat. Kelima, mengembangkan surveilans nasional lintas sektor sebagai dasar pengambilan kebijakan. Keenam, mendorong riset antibiotik baru dan terapi alternatif melalui insentif dan kolaborasi. Ketujuh, meningkatkan peran apoteker sebagai ujung tombak edukasi masyarakat. Implementasi rekomendasi ini membutuhkan pendekatan kolaboratif lintas sektor dalam kerangka One Health, guna mewujudkan pengendalian resistensi antibiotik yang efektif dan berkelanjutan.

Apoteker tidak hanya pelaksana teknis, tetapi juga agen perubahan dalam membentuk perilaku rasional penggunaan antibiotik. Hanya dengan pendekatan holistik, sinergis, dan berbasis data, Indonesia dapat mengendalikan laju resistensi antimikroba dan mempertahankan efektivitas antibiotik sebagai senjata penting dalam sistem pelayanan kesehatan masa kini dan mendatang.


Daftar Pustaka


Dewi, NLPS., Widowati, IGAR, Wirajaya, MKM., & Maharianingsih, NM. (2024). Resistensi Antimikroba: Pengetahuan, Sikap, dan Kesadaran Masyarakat Bali. Jurnal Farmasi Indonesia, 16 (1), 108-113.https://doi.org/10.35617/jfionline.v16i1.161.

Emelda, AndiEmelda, A., Yuliana, D., Maulana, A., Kurniawati, T., & Utamil W.Y., 2023, Gambaran Penggunaan Antibiotik Pada Masyarakat Di Pasar Niaga Daya Makassar, Indonesian Journal of Community Dedication (IJCD), 5, 13–18.

healthychildern.org. 2019. Sejarah Antibiotik. https://www-healthychildren-org.translate.goog/English/health-issues/conditions/treatments/Pages/The-History-of-Antibiotics.aspx?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=sge . Diakses Pada 17 Juli 2025. 

Kementrian Kesehatan RI. 2024. Kematian Akibat AMR Diperkirakan Capai 10 Juta Orang Pada Tahun 2050, Kemenkes dan WHO Launching Strategi Nasional. https://kemkes.go.id/id/kematian-akibat-amr-diperkirakan-capai-10-juta-orang-pada-2050-kemenkes-dan-who-launching-strategi-nasional. Diakses Pada 13 Juli 2025.

Kementrian Kesehatan RI. 2023. Penggunaan Antibiotik Tanpa Resep Dokter. https://repository.badankebijakan.kemkes.go.id/id/eprint/5533/1/04%20factsheet%20Antibiotik_bahasa.pdf. Diakses Pada 12 Juli 2025. 

O’Neill J. Review on Antimicrobial Resistance Antimicrobial Resistance: Tackling a crisis for the health and wealth of nations. London: Review on Antimicrobial Resistance. 2014. 

Rasyid, M. I. A ., Suri, N ., Iqbal, M ., Junando, M. ARTICLE REVIEW: FAKTOR PENYEBAB PERILAKU PENGGUNAAN ANTIBIOTIK TANPA RESEP PADA MASYARAKAT. Jurnal Farmasi SYIFA, 3 (1), 58-65.

Resistansi antibiotik: ‘Pandemi senyap’ yang jadi ancaman kesehatan global, bagaimana kasusnya di Indonesia?.https://www.bbc.com/indonesia/articles/cqv1g3j9e8vo?utm_source. Diakses pada 17 Juli 2025.

Salam, M.A., Al-Amin, M.Y., Salam, M.T., Pawar, J.S., Akhter, N., Rabaan, A.A., Alqumber, M.A.A. 2023. Antimicrobial Resistance: A Growing Serious Threat for Global Public Health. Healthcare 2023, 11, 1946.https://doi.org/10.3390/healthcare11131946.

Septiana, L., Abadi, H., Sipahutar, H. A., Rani, Z. 2025. TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TENTANG ANTIBIOTIK DI KELURAHAN MANDAILING KECAMATAN TEBING TINGGI KOTA. FARMASAINKES: Jurnal Farmasi, Sains, dan Kesehatan, 4 (2), 131-146.

Tang, K.W.K., Millar, B.C., and Moore, J.E. 2023. Antimicrobial Resistance (AMR). British Journal Biomed Sci 80:11387.https://doi.org/10.3389/bjbs.2023.11387.





110 +
Average Pageviews Everyday
3400 +
Pageviews Last Month
32000 +
Total Pageviews Everytime

Ur Feedback

BEMF Farmasi UMS

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta adalah sebuah lembaga eksekutif dalam menjalankan miniatur government yang berkemajuan, menjadi motor dari perubahan civitas akademika dan inspirasi bagi masyarakat.

Lt.1 Fakultas Farmasi UMS

Jl. Achmad Yani - Tromol Pos I Pabelan Kartosuro Sukoharjo

SOLOTOPRO

Solidaritas, Loyalitas, Totalitas, Profesionalitas

Email

solotopro[at]gmail.com

ipt>